Saturday, September 6, 2008

Kasih sayang atau kerja

Seorang bapa pulang ke rumah dalam keadaan letih disambut baik oleh
anaknya yang berusia 7 tahun. Sambil mengangkat briefcase ayahnya, si
anak itu bertanya kepada ayah.....

Anak: Ayah... ayah.. boleh Amin tanya satu soalan?
Ayah: Hmmm.... nak tanya apa?
Anak: Ayah... berapa pendapatan ayah sejam di pejabat?
Ayah: Itu bukan urusan kamu, buat apa sibuk-sibuk nak tanya? Si ayah mula menengking.
Anak: Amin saja nak tahu ayah... Tolonglah beritahu berapa pendapatan ayah sejam di pejabat?
Si anak mula merayu pada ayahnya.
Ayah: 20 ringgit sejam.. Kenapa nak tahu? Jerkah ayahnya lagi.
Anak: Oh..20 ringgit..
Amin menundukkan mukanya.
Anak: Ayah.. boleh tak bagi Amin pinjam 10 ringgit dari ayah?
Si ayah mula menjadi berang dan berkata, "Oh, itu ke sebabnya kamu
tanya pasal pendapatan ayah? Kamu nak buat apa dengan duit tu?
Mintak sampai 10 ringgit? Nak beli mainan lagi?? Ayah penat-penat kerja cari duit, kamu senang-senang nak membazir ya.. Sudah, pergi masuk bilik.. tidur!
Dah pukul berapa nih...!! Si anak itu terdiam dan perlahan-lahan dia kembali ke biliknya. Si ayah duduk di sofa sambil memikirkan mengapa anaknya yang sekecil
itu meminta duit sampai 10 ringgit. Kira-kira 2 jam kemudian, ayah
kembali tenang dan terfikir kemungkinan besar anaknya benar-benar
memerlukan duit untuk keperluan di sekolah kerana anaknya tak pernah meminta
wang sebegitu banyak sebelum ini.

Dengan perasaan bersalah, si ayah melangkah menuju ke bilik anaknya. Didapati anaknya masih belum tidur. "Kamu benar-benar perlukan 10 ringgit? Nah.. ambil ni" Si ayah mengeluarkan sekeping duit kaler merah. Si anak itu segera bangun dan tersenyum girang.
"Terima kasih banyaklah ayah!"

Lalu dia mengangkat bantalnya dan mengeluarkan sekeping nota 10 ringgit yang sudah renyuk terhim pit oleh bantal. Bila ternampak duit itu, si ayah kembali berang. "Kenapa kamu mintak duit lagi sedangkan kamu dah ada duit sebanyak itu?? Dan dari mana kamu dapat duit tu??"

Amin tunduk... tak berani dia merenung ayahnya. Sambil menggenggam kemas duit itu, dia menerangkan....."Duit ni Amin kumpul dari belanja sekolah yang ayah bagi hari-hari. Amin minta lagi 10 ringgit kat ayah sebab Amin tak cukup duit..."

"Tak cukup duit nak beli apa??" Jerkah ayahnya lagi.

"Ayah.... sekarang Amin dah ada 20 ringgit.. Nah.. ayah ambil duit ni. Amin nak beli sejam dari masa ayah di pejabat tu. Amin nak ayah balik kerja awal esok. Amin rindu nak makan malam dengan ayah.."
Jelas Amin tanpa memandang wajah ayahnya...

Mandikan aku bonda...

Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademik maupun profesion yang akan diceburinya. ''Why not the best,'' katanya selalu, mengutip ucapan seorang mantan presiden Amerika.

Ketika Universiti menghantar mahasiswa untuk studi International Law di Universiteit Utrecht , Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya lebih memilih menyelesaikan pendidikan kedoktoran.
Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesion.Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani dilantik
sebagai staf diplomat, bertepatan dengan selesainya suami dia meraih PhD. Lengkaplah
kebahagiaan mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah ''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama yang enak didengar: Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani semakin menggila. Bak garuda, hampir setiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.

Sebenarnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal? '' Dengan pantas Rani menjawab,''Oh, saya sudah mengandaikan segala sesuatunya. Everything is OK!''
Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Layanan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter "mahal". Rani cuma mengawal jadual Alif
melalui telefon. Alif membesar menjadi anak yang kelihatan lincah, cerdas dan mudah mengerti.

Nenek-neneknya selalu menonjolkan kebanggaan mereka kepada cucu yang amat dikasihi itu, tentang kehebatan ibu-bapanya. Tentang jawatan dan nama besar, tentang kekerapan menaiki pesawat, dan wang yang banyak.
''Contohlah ayah-bonda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu
nenek Alif, ibu Rani, berpesan di akhir cerita sebelum tidurnya.
Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Sungguh anak kecil ini "memahami" orang tuanya.
Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karaktor ibunya yang bukan perengek.

Meski kedua orangtuanya kerap pulang lewat, ia jarang sekali merungut.Bahkan, kata Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Rani menyapanya ''malaikat kecilku''.

Sungguh keluarga yang bahagia, fikir saya. Meskipun kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap membesar penuh cinta. Diam-diam, saya irihati pada keluarga ini. Suatu hari, sebelum Rani berangkat ke pejabat, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. "Alif ingin Bonda mandikan", ujarnya penuh harapan. Serba salah saja Rani, yang setiap detik waktunya sangat berharga, gusar. Ia menolek permintaan Alif sambil terus berdandan dan mempersiapkan keperluan pejabatnya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya.

Sesungguhnya, Alif mengerti dan menurut, meskipun wajahnya berkerut. Peristiwa ini berulang sampai hampir seminggu. ''Bonda, mandikan aku!'' kian lama suara Alif penuh tekanan. Lalu, Rani dan suaminya berfikir, mungkin itu kerana Alif sedang dalam masa pra-sekolah,jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dipujuk-pujuk, akhirnya Alif
dapat ditinggal juga.

Pada satu petang, saya dikejutkan oleh telefon Mien, si baby sitter. 'Puan doktor, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency." Dengan pantas, saya terus ke ICU. But it was too late. Allah swt sudah punya rencana lain. Alif, si malaikat kecil, telah dipanggil pulang oleh-Nya.

Rani, ketika diberi tahu tentang Alif, sedang meresmikan pejabat barunya.
Ia sangat terperanjat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah seminggu Alif mula menuntut dimandikan, Rani memang
menyimpan komitmen untuk suatu masa memandikan anaknya sendiri.

Dan siang itu, janji Rani terkabul, meskipun setelah tubuh si kecil terbaring kaku. ''Ini Bonda Lif, Bonda mandikan Alif,'' ucapnya lemah, di tengah-tangah jamaah yang sunyi. Satu persatu rakan Rani menjauhi dari sisinya, berusaha menyembunyikan tangisan.

Ketika tanah merah telah menutup jasad si kecil, kami masih berdiri di sisi pusara. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu,berkata, ''Ini sudah takdir, ya kan . Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah masanya, ia dia pergi juga kan ?" Saya diam saja.

Rasanya Rani memang tak memerlukan hiburan dari orang lain. Suaminya tegak seperti tak bernyawa. Wajahnya pucat, pandangannya kosong. "Ini konsekuensi dari sebuah pilihan," ujar Rani, tetap mencuba tegar dan kuat. Hening seketika. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.
Tiba-tiba Rani berlutut. "Aku ibunyaaa!" teriaknya seperti histeria, lalu meraung hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis, lebih-lebih lagi tangisan yang meledak. "Bangunlah Lif, Bonda mau mandikan Alif. Beri kesempatan Bonda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif.." Rani merintih merayu-hiba. Seketika kemudian, ia mencampakkan dirinya ke pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah merah yang menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.

-- Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi dapat menolongnya.
-- Hal yang nampaknya mudah sering kali menimbulkan sesal dan kehilangan yang amat sangat.
-- Sering kali orang yang sibuk 'di luar', asik dengan dunianya dan ambition sendiri hingga mengabaikan orang-orang disampingnya yang disayanginya. Akan masih ada waktu 'nanti' buat mereka jadi abaikan saja dulu.
-- Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahawa pengertian dan kasih sayang yang diterimanya tidak akan hilang. Merasa mereka akan mengerti kerana mereka menyayanginya dan tetap akan ada.
-- Pelajaran yang sangat menyedihkan.

Semoga yang membacanya dapat mengambil iktibar yang terkandung dalam kisah tersebut.

------------ ----------------- --------- ---------
--------- --------- ---
---- -

mungkin kita kerja luar untuk sehari dua dan permintaan si kecil yang selalu tinggal dengan bibik kita ambil mudah, minta air kita suruh bibik ambik, sikat rambut, bibik sikat, mandi dan berpakaian seperti di atas, pastinya bibik juga....kadang kala tidur si kecil pun dengan bibik...untunglah mereka yang dapat bersama anak selalu. Mungkin juga bukan sahaja anak-anak kita, bagaimana pula suami/isteri/ayah dan ibu di kampung.....

So, doa-doalah agar kurang out station kita, kalau perlu juga, doa-doalah kita sempat lihat wajah mereka apabila pulang nanti...

Allah Maha Pengasih

Sepasang suami isteri yang sudah bernikah selama 7 tahun dan memiliki 3orang anak, terlibat dalam sebuah pertengkaran hebat.

Begitu hebatnya pertengkaran mereka, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk bercerai, mengakhiri kehidupan rumah tangga mereka secepat mungkin.

Mereka menemui seorang peguam, untuk melangsungkan perundingan

Pembagian harta diantara mereka, perundingan berlangsung lancar, namun akhirnya sebahagian besar masalah selesai, baik tanah, rumah, dan semua asset harta mereka dapat dibahagikan dan mencapai kepuasan kedua belah pihak.

Hanya satu hal tidak ditemukan jalan keluarnya, iaitu mengenai pembagian anak [jangan lupa anak mereka tiga orang], baik si suami maupun si istri sama sama ingin mengasuh 2 anak, tidak ada yang mau mengalah, dan anak tidak mungkin dibelah dua seperti pada Zaman Sulaiman dulu.

Akhirnya mereka menemui seorang tokoh agama, meminta nasehat bagaimana jalan keluar yang harus ditempuh. Sang Imam akhirnya memberika jalan keluar yang bijak, yaitu mereka diminta menunda perceraiannya selama satu tahun, mereka harus menambah satu orang anak selama satu tahun, bila Tuhan mengizinkan perceraian mereka, Tuhan akan memberikan tambahan satu anak, total menjadi 4 anak, sehingga mudah untuk dibagi diantara mereka berdua.

Kerana si suami dan si isteri sangat serius untuk bercerai, mereka berusaha keras untuk menambah anak, dan akhirnya mereka berhasil.

Setahun kemudian, ketika Sang Imam berjalan jalan, beliau bertemu Dengan pasangan suami istri ini, sedang bergandengan tangan dengan mesra,sehingga Sang Imam bertanya, : "Apakah Kalian tidak berhasil menambah anak sehingga kalian batal bercerai?".

Sang Suami lalu menjawab : "Tuhan maha pengasih, Dia memberikan kami tambahan anak, tapi sekaligus juga memberikan isyarat agar kami saling memaafkan dan saling mengasihi, kami memutuskan untuk tidak bercerai"."Bagaimana Tuhan memberikan isyaratNya?", tanya Sang Imam."Tuhan memberikan kami tambahan anak, bukan satu anak, tapi dua anak,anak kembar !!".

Moral cerita:

1. Menunda tindakan negatif sering bermanfaat, apalagi ketika seseorang sedang dikuasai emosi. Ada baiknya jika kita sedang marah kita menunda sesuatu yang ingin kita lakukan. Betapa banyak penghuni penjara yang menyesal: mengapa ketika marah memukuli istri/anak/dsb sampai tewas... .

2. Mampu mengendalikan marah [emosi] adalah kunci kebaikan, sehingga nabi saw menekankan laa taghdhab [jangan marah] kepada sahabatnya.

3. Kisah diatas menunjukkan kasih sayang Allah, tetapi ada yang lebih baik daripada kisah diatas yaitu pasangan suami isteri yang selalu berhasil meredam pertengkaran mereka. Mungkin keluar rumah meninggalkan isteri/suami yang marah untuk sebentar kemudian kembali membawa buah tangan/peralatan baru kesukaannya akan membuatnya tersenyum, meminta maaf dan berfikir betapa baiknya suaminya/isterinya.

4. Pertengkaran itu lumrah rumah tangga. Dengan pertengkaranlah keharmonisan semakin terasa nikmat. Orang bijaksana akan menikmati pertengkaran dan masa-masa setelahnya dengan tetap mengendalikan suasana agar tidak sampai keluar dari sunnah Nabi saw. Karena pertengkaran itu seperti api: sedikitnya bermanfaat tetapi besar dan luasnya membinasakan

Sunday, August 24, 2008

Santapan Jiwa: Akibat menyakiti hati ibu

sekadar renungan bersama...
Akibat menyakiti hati ibu
Jenazah terbiar lama

SETIAP kali ke selatan tanah air, saya sukar melupakan suatu
peristiwa yang berlaku semasa saya berkhidmat di sana kira-kira 20 tahun lalu.
Saya masih ingat, bulan Mac 1980, kira-kira pukul 10.30 malam, saya
mendapat panggilan telefon mengatakan ada kematian di kawasan
perumahan berhampiran tempat kediaman saya.
Memandangkan malam sudah hampir larut, saya menangguhkan niat
menziarah Allahyarham. Saya mengambil keputusan menunggu sehingga esok pagi.
Saya tidak begitu mengenali Allahyarham. Apa yang diberitahu beliau
seorang wanita yang masih muda dan belum berumahtangga. Bagaimanapun saya
memang kenal baik dengan ibunya. Orangnya baik dan lemah lembut, senang
dibawa berbincang malah tidak pernah bermusuhan dengan sesiapa.
Keesokannya, kira-kira pukul 8.00 pagi saya pun bergegas ke rumah
Allahyarham. Niat hati hanya untuk berziarah saja kerana kebetulan
waktu itu saya sedang hamil. Lagipun di situ terdapat seorang pengurus
jenazah yang memang saya kenali.
Sebaik tiba di sana orang ramai telah memenuhi ruang tamu. Segala
persiapan telah di-buat. Kain kapan, kemenyan, kapur barus dan sebagainya siap
sedia di sisi jenazah.
Saya lihat semua tetamu sedang khusyuk membaca surah Yasin. Hati saya
tertanya-tanya di mana pengurus jenazah? Dia tidak kelihatan,
sedangkan rumahnya hanya selang beberapa pintu dari rumah Allahyarham.
Masa terus berlalu, pengurus jenazah yang bernama Mak Siti itu tidak
muncul-muncul. Jam di dinding menunjukkan pukul 12.00 tengah hari.
Hati mula tertanya-tanya, siapa akan menguruskan jenazah ini?
Kesian...
Sudah lebih 12 jam jenazah terbiar. Saya menghampiri ibu Allahyarham.
"Mak cik, mana Mak Siti? Hari dah tinggi. Dia tak sampai lagi?" saya
bertanya.
"Entahlah ustazah, mak cik telefon dia tadi. Katanya dia datang lewat
sikit, ada hal mustahak," kata ibu Allahyarham separuh kesal.
"Jenazah tak elok dibiarkan lama-lama. Saya bukan tak nak tolong tapi
mak cik tengoklah keadaan saya ni..." kata saya kepadanya sambil menunjuk
ke arah perut.
"Tak apa ustazah, makcik faham. Mak cik akan cuba minta tolong orang
kampung sebelah," jawab ibu Allahyarham lagi.
Salah seorang waris keluarga itu terus ke kampung sebelah, meminta
pertolongan. Lebih kurang setengah jam kemudian dia muncul kembali.
"Macam mana? Ada tak orangnya?" tanya ibu Allahyarham.
"Tak ada. Dia ke Kuala Lumpur semalam... ke rumah anaknya," kata
lelaki itu.
"Macam mana ni ustazah?" katanya kepada saya dengan wajah sedih.
Lantas dia memeluk saya sambil menahan sedu.
"Bersabar mak cik. Semua yang berlaku mesti ada hikmah di sebaliknya.
Kita tunggulah Mak Siti, kalau tak ada juga baru kita cari ikhtiar lain,"
kata saya cuba mententeramkannya.
Kami mengambil keputusan menunggu saja kedatangan Mak Siti. Hari
semakin petang. Jarum jam terus berputar daripada pukul 1.00 ke pukul 2.00
dan akhirnya mencecah 3.00. Seorang demi seorang yang berada di ruang tamu meninggalkan rumah Allahyarham. Semakin lama semakin ramai yang meminta diri untuk
pulang.Melihat keadaan yang semakin lengang, ibu Allahyarham kelihatan serba
tak kena. Tentulah dia sedih memikirkan tiada siapa untuk menguruskan
jenazah anak kesayangannya.
"Macam mana ni ustazah, jam dah hampir 4.00 petang. Bayang Mak Siti
pun tak nampak," rintih ibu Allahyarham sambil air matanya berlinangan.
"Kesian saya tengok mak cik. Tak ada siapa yang nak uruskan. Macam
nilah mak cik... saya bukanlah nak ambil tahu hal keluarga mak cik, tapi
ada tak apa-apa kelakuan Allahyarham yang mengecilkan hati mak cik?" tanya
saya spontan. Sebenarnya saya sendiri tak tahu bagaimana saya dapat
mengeluarkan perkataan demikian pada waktu itu.
"Kenapa ustazah tanya macam ni?" katanya agak terperanjat.
"Tak ada apa-apa. Cuma... kalau ada perilaku Allahyarham semasa
hayatnya membuat mak cik kecil hati, maafkan ajalah dia. Mungkin Itu akan
dapat meringankan bebannya," kata saya bersungguh-sungguh.
Mendengar kata-kata itu, ibu Allahyarham terus menangis teresak-esak
lantas memeluk saya. Saya tergamam seketika. Mulut saya terkunci.
"Memang mak cik merasa kecil hati dengannya. Dia tu suka melawan,
sepatah yang mak cik cakap, sepuluh dia balas. Puas adik-beradik nasihatkan
dia.Tapi dia tetap macam tu.
"Lagipun dia ni degil, tak pernah langsung mendengar nasihat mak cik.
Apa yang mak cik cakap semuanya dibangkang," katanya dengan linangan air
mata.
Menurut ibu Allahyarham lagi, walaupun demikian anaknya amat bersopan
santun dan mesra dengan orang lain. Tidak pernah dia meninggikan
suara jika berbual dengan sahabat atau saudara-mara.
"Dengan mak cik saja dia begitu.. Itu yang mak cik kecil hati.
Kadangkala mak cik terfikir di mana silap mak cik," tambahnya dalam esak tangis.
Malah kata ibu Allahyarham, anaknya seorang yang taat kepada suruhan
Allah.
Segala amal ibadat sama ada yang wajib atau sunat tidak pernah
ditinggalkan.
"Sampai sekarang mak cik kecil hati dengan dia. Sebab ni ke, tak ada
orang nak sempurnakan jenazahnya, ustazah?" tanya ibu Allahyarham sambil
mengesat mata.
"Yang sudah tu sudahlah. Sekarang mak cik maafkanlah segala kesalahan
dan kesilapan itu. Insya-Allah segalanya akan berjalan lancar dan
jenazahnya akan disempurnakan dengan cepat," kata saya lagi. Sebaik saja saya
berkata demikian, ibu Allahyarham terus mengangkat tangan berdoa sambil
berkata,"Ya Allah, ya Tuhanku. Aku ampunkan segala kesalahan, kesilapan dan
dosa anakku ini. Lapangkanlah anakku dari segala seksaan." Dia kemudian
terus membuka kain penutup jenazah. Ditenung wajah anaknya agak lama.
Lebih kurang lima minit kemudian, tiba-tiba terdengar suara Mak Siti
memberi salam di muka pintu.
''Maaflahhhh, terlambat. Saya ke pekan, ada hal sikit tadi. Tak
sangka pula susah benar dapat teksi, tak macam selalu," kata Mak Siti sambil
bersalaman dengan tetamu-tetamu yang ada. Saya pandang wajah ibu Allahyarham.
Jauh di sudut hati, saya berbisik: "Alangkah besarnya keagunganMu, ya Allah.
Enam belas jam jenazah terbiar tetapi selepas dosanya diampunkan ibu,
mudah saja Allah lorongkan kebaikan."
Memandangkan semua sudah tersedia, Mak Siti terus memulakan tugasnya.
Saya juga turut membantu serba sedikit. Tidak sampai satu jam,
segala-galanya daripada mandi, kapan dan sembahyang jenazah siap disempurnakan.
Jenazah Allahyarham selamat dikebumikan di tanah perkuburan
berhampiran selepas azan Asar pada hari itu juga.

Thursday, August 21, 2008

Santapan Jiwa : Sebab Utama Lelaki Ditarik Ke Neraka Oleh Wanita!

1. AyahnyaApabila seseorang yg bergelar ayah tidak mempedulikananak2 perempuannya didunia. Dia tidak memberikansegala keperluan agama seperti mengajar solat,mengajidan sebagainya Dia membiarkan anak2 perempuannya tidakmenutup aurat. Tidak cukup kalau dgn hanya memberikemewahan dunia sahaja. Maka dia akan ditarik keneraka oleh anaknya.(p/s; Duhai lelaki yg bergelar ayah, bagaimanakah halkeadaan anak perempuanmu sekarang?. Adakah kaumengajarnya bersolat ... ..menutup aurat?..pengetahuan agama?.. Jika tidak cukup salah satunya,maka bersedialah utk menjadi bahan bakar nerakajahannam.)2. SuaminyaApabila sang suami tidak mempedulikan tindak tandukisterinya. Bergaul! bebas di pejabat, memperhiaskandiri bukan utk suami tapi utk pandangan kaum lelaki ygbukan mahram. Apabila suami mendiam diri walaupunseorang yg alim dimana solatnya tidak pernahbertangguh, maka diaakan turut ditarik oleh isterinya bersama-sama ke dlmneraka.(p/s; Duhai lelaki yg bergelar suami, bagaimanakah halkeadaan isteri tercintamu sekarang?. Dimanakah dia?Bagaimana akhlaknya? Jika tidak kau menjaganyamengikut ketetapan syari'at, maka terimalah hakikat ygkau akansehidup semati bersamanya di 'taman' neraka sana .)3. Abang-abangnyaApabila ayahnya sudah tiada,tanggungjawab menjagamaruah wanita jatuh ke bahu abang-abangnya dan saudaralelakinya. Jikalau mereka hanya mementingkankeluarganya sahaja dan adiknya dibiar melencong dariajaran Islam,tunggulah tarikan adiknya di akhiratkelak.(p/s; Duhai lelaki yg mempunyai adik perempuan, jgnhanya menjaga amalmu, dan jgn ingat kau terlepas...kau juga akan dipertanggungjawabk an diakhiratkelak...jika membiarkan adikmu bergelumang dgnmaksiat... dan tidak menutup aurat.)4. Anak2 lelakinyaApabila seorang anak tidak menasihati seorang ibuperihal kelakuan yg haram disisi Islam. bila ibumembuat kemungkaran mengumpat, memfitnah, mengatadan sebagainya.. .maka anak itu akan disoal dandipertanggungjawabk an di akhirat kelak....dan nantikantarikan ibunya ke neraka.(p/s; Duhai anak2 lelaki.... sayangilah ibumu....nasihatilah dia jika tersalah atau terlupa.... krn ibujuga insan biasa... x lepas dr melakukan dosa...selamatkanlah dia dr menjadi 'kayu api' neraka....jikatidak, kau juga akan ditarik menjadi penemannya.)............ ......... ......... ......... ......... ..Lihatlah.... .betapa hebatnya tarikan wanita bukansahaja di dunia malah diakhirat pun tarikannya begituhebat. Maka kaum lelaki yg bergelar ayah/suami/abangatau anak harus memainkan peranan mereka.Firman Allah S.W.T;"Hai anak Adam, peliharalah diri kamu serta ahlimudari api neraka dimana bahan bakarnya ialah manusia,jin dan batu-batu... ."SETELAH MEMBACA NYA SAMPAIKAN PULA KEPADA SAHABA-SAHABAT ANDA YANGLAIN,UNTUK MEREKA PULA RENUNGI MESEJ INI.

Santapan Jiwa: RM50 VS RM1

Duit seringgit telah bertemu dengan lima puluh ringgit dan bertanya: "Oit,lama tak nampak, m ana ko pergi?" Lima puluh menjawab " Aku pergi merata tempat. Pergi stadium tgk bola, Naik STAR Cruise, gi KK naik AirAsia, lepak One Utama, konsert AF, M'sian Idol.. tempat2 cam tuh lah. Eh, ko camner lak?" Duit seringit menjawab perlahan seraya menunduk, "Hmm..biasa lah.. Balik-balik tempat sama.. surau, masjid, surau... ". p/s: jangan tak ingat...!

Santapan Jiwa: Detik-detik Rasulullah SAW Menghadapi Sakaratul Maut

Utk Renungan Bersama.Mungkin kita terlupa dgn artikel ini.Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning,burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullahdengan suara terbatas memberikan kutbah, "Wahai umatku, kita semua adadalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalahkepada-Nya. Ku wariskan dua perkara pada kalian, Al-Qur'an dan sunnahku.Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelakorang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku."Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yangtenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umaradanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafaspanjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telahdatang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua,"keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesaimenunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Alidan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dangoyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabatyang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masihtertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengankeningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadialas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berserumengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidakmengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimahyang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemaniayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,"Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya barusekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullahmenatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olahbahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah,dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkanpertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah, Fatimah punmenahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapiRasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langitdunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril,jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengansuara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikattelah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu, "kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanyamasih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" TanyaJibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangankhawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirmankepadaku: 'Ku haramkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammadtelah berada di dalamnya," kata Jibril.Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukantugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullahbersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakitsakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Aliyang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka."Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" TanyaRasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup,melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudianterdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi."Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut inikepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dandadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendakmembisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya "Uushiikum bisshalati, wa maa malakat aimanuku", peliharalah shalat dan peliharalahorang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai terdengarbersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullahyang mulai kebiruan."Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku,umatku" Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammadwa baarik wa salim 'alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agartimbul kesedaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah danRasulnya mencintai kita. Kerana sesungguhnya selain daripada ituhanyalah fana belaka. Amin....